Oleh: Muchamad Muchlas,S.Pt,M.Pt
Sedih bagi saya yang lahir di lingkungan pedesaan menyadari sebuah realita bahwa profil kemiskinan di Indonesia masih merupakan fenomena pedesaan. Artinya, sebagian besar penduduk miskin masih banyak berasal dari lingkungan pedesaan di sektor pertanian khususnya. Secara teori, Ekonomi pedesaan Indonesia lebih stabil dibanding ekonomi perkotaan karena daerah pedesaan memiliki karakteristik kearifan lokal yang mampu menciptakan self-sufficiency kepada masyarakatnya. Semenjak Pandemi COVID 19 dapat kita lihat Industri Pertanian di Pedesaan secara nyata mampu menampung tenaga kerja masyarakat yang kehilangan pekerjaan di Kota. Industri pertanian dan pangan relatif menempati posisi yang baik dalam pengembangan ekonomi kedepannya. Problem utamanya adalah bagaimana mendorong bisnis pedesaan dengan pendekataan yang berkeadilan dan modern untuk menjamin masa depan pertanian dan ekonomi pedesaan karena disinilah masa depan kesejahtaraan Indonesia berada.
Saat ini sedang gencar di gemborkan Revolusi Industri 4.0 dalam bidang Pertanian namun kenyataannya sebuah meoderinasi tanpa memahami dinamika pertanian dan pedesaan maka pengembangan pertanian pedesaan akan sulit tercapai. Konsep ini di visualisasikan dalam buku seorang sosiolog norman Jacobs 1981 dengan istilah modernization without development. Ben White (2011) Seorang peneliti sosiologi pedesaan inggris mengemukaakan saat ini setengah populasi penduduk negara-negara berkembang adalah penduduk yang tergolong pemuda dan 70 persennya hidup dalam kemiskinan ekstrim yang tinggal di pedesaan hal ini menyebabkan terjadinya lost generation, yakni keadaan dimana pemuda desa tidak lagi tertarik pada pertanian, melainkan bekerja di sektor lain atau bermigrasi ke daerah lain fenomena ini adalah dilema besar untuk pengembangan Pertanian pedesaan.
Masih ingat dalam benak saya saat di undang sebagai temu penerima beasiswa Bidikmisi di Jakarta oleh Bapak Susiolo Bambag Yudhoyono saat menjabat Presiden beliau berkata “yang “Survive, Grow and Win” adalah mereka yang tahu dunianya tengah dan telah berubah, kemudian ikut melakukan perubahan yang menjadi “the winners” adalah mereka yang adaptif, inovatif dan “open minded”. Sejak itu saya menyadari saya adalah salah satu pemuda yang dapat merasakan pendidikan dan kelak saya harus berkontribusi kembali ke desa dan membangun desa saya kelak. Kesempatan belajar di tingkat perguruan tinggi merupakan sebuah kesempatan yang luar biasa bagi saya yang anak desa. Saya berkesempatan bertukar ilmu di Peternakan Australia saat kuliah dan Bekerja d peternakan New Zealand selama 3 tahun selepas kuliah. Pengalaman luar biasa tersebut membuka mata saya bahwa di negara maju anak mudanya tidak perlu ke kota jika wilayah pendesaan mampu memberikan masa depan yang baik untuk mereka. Pada nyatanya Bidang pertanian menjadi salah satu industri penyumbang pendapatan negara terbesar di negara maju seperti Australia dan New Zealand.
Pemuda adalah kunci dari pengembangan ekonomi pedesaan karena secanggih apapun penetrasi teknologi pertanian ke pedesaan jika pelaku lapangannya adalah angkatan tua maka teknologi tersebut tidak akan efektif. Pemuda adalah salah satu pilar yang memiliki peran besar dalam perjalanan kehidupan berbangsa dan bernegara sehingga maju mundurnya suatu negara sedikit banyak ditentukan oleh pemikiran dan kontribusi aktif dari pemuda. Peran dan partisipasi dalam pembangunan sangat penting bagi upaya memahami eksistensi dan partisipasi pemuda di Pedesaan. Pemuda desa harus diberikan kesempatan dalam mencari ilmu dan wajib kembali kedesa untuk membangun desanya.
Pergi mencari pekerjaan di kota bukanlah sebuah jawaban meskipun hal tersebut adalah jalan pintas menuju kemakmuran. Saatnya kita berubah bersama Pemuda Desa lainnya untuk mampu memaksimalkan potensi kearifan lokal untuk pembangunan Desa itu sendiri. Tidak perlu teknologi yang terlalu muluk namun cukup mendesain sistem pertanian berbasis ekologi yang cocok untuk diimplementasikan di daerah pedesaan. Seperti pesan bapak Susilo Bambang Yudhoyono “Ada Mitos yang mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi dan kelestarian lingkungan tidak mungkin dicapai secara bersamaan harus ada yang di korbankan. Mitos ini harus kita patahkan”. Mitos ini bisa kita patahkan dengan pengembangan Pertanian berkelanjutan di Pedesaan. Menguatkan sektor pertanian di Pedesaan yang menjadi motor penggerak perekonomian Nasional. Menciptakan pertanian berkelanjutan di butuhkan ide yang cemerlang serta tanaga yang besar sehingga dukungan pemuda sangat di butuhkan. Saya berharap makin banyak putra desa yang belajar tentang pengembangan Pertanian berkelanjutan seperti integrated farming system, agroekologi, pertanian organic, regenerative farming. Para pemuda ini yang akan menjadi pilar pengimplementasian sistem pertanian yang ramah iklim serta implementasinya di daerah pinggiran (precision farming method, implementasi smart residue). Indonesia harus kembali ke fitrahnya sebagai negara agraris yang tidak perlu import beras, daging, atau susu. Saya percaya dengan Pemuda menguatkan sektor pertanian di pedesaan kita mampu menciptakan ketahanan pangan.