Oleh: Rahmat Zuhair
“Dunia terasa tidak sedap jika ada sekitar 80 juta manusia (1% penduduk dunia) yang sangat kaya, bahkan kaya raya, sementara masih ada 800 juta penghuni dunia yang untuk makan pun susah” – Susilo Bambang Yudhoyono
Sebuah kutipan yang menggelitik dari Presiden ke-6 Republik Indonesia yang sejenak menyadarkan bahwa ada kesenjangan ekonomi dan akses pangan yang sangat tinggi di dunia saat ini. Sebagai bagian dari komunitas internasional, Indonesia harus menyiapkan strategi ekonomi dan ketahanan pangan dalam rangka mencegah kemungkinan hal terburuk terjadi. Sebagai sebuah bangsa, kita harus menyiapkan paradigma baru ekonomi agar rakyat Indonesia tidak ada yang masuk ke dalam 800 juta penghuni dunia yang susah dalam mengakses makanan.
Saatnya Ekonomi Heterodoks dihadirkan
Sebagai negara yang menganut asas Pancasila serta selalu menggaungkan toleransi, keberagaman dan inklusivitas. Alangkah baiknya asas tersebut diwujudkan dalam bentuk kebijakan ekonomi Indonesia. Pendekatan ekonomi yang harus dilakukan sudah saatnya mengikuti pendekatan yang sesuai dengan karakter masing-masing daerah (heterodoks), bukan dengan pendekatan umum seperti pendekatan klasik serta neoklasik. Sudah saatnya konsep yang dilaksanakan adalah konsep subsidi silang antara wilayah Indonesia, karena secara budaya Indonesia mendukung hal tersebut. Mindset ekonomi yang membuat semua wilayah Indonesia saling terkoneksi dan saling menghasilkan keunggulan komparatif serta perwujudan gotong royong sebagai bangsa terwujud sehingga tidak ada lagi kecemburuan antara wilayah.
Bangun Ekonomi dengan Filosofi Ke-Indonesiaan
Berdasarkan laporan Charities Aid Foundation (CAF) tentang CAF World Giving Index 2021, Indonesia merupakan negara yang paling dermawan di dunia. Sebuah prestasi sosial kemanusiaan bagi Indonesia sekaligus menjadi penguat bahwa dari segi sosial budaya sangat menunjang untuk diterapkannya paradigma ekonomi baru. Mengambil contoh Kab. Bima, kabupaten yang mempunyai sumber daya alam yang melimpah. Daerah pesisir dan pegunungan yang mengelilinginya, seharusnya dapat memajukan perekonomian Bima. Namun, realitanya kekurangan dana/investasi serta bantuan dengan konsep bagi hasil menjadi kendala utama.
Penyelesaian permasalahan seperti ini dapat diwujudkan dengan mendukung gerakan “Paradox Of Thrift” atau #SemangatBerbagi dan #SemangatBerinvestasiDalamNegeri harus serius dilaksanakan oleh segenap anak bangsa, karena hal ini dapat mencegah terjadinya
kesenjangan ekonomi dan sosial akibat kerakusan anak bangsa. Ketika kampanye tersebut dilakukan, poros ekonomi baru di desa-desa dapat muncul dikarenakan semakin banyaknya modal yang dikucurkan lewat semangat berbagi dan berinvestasi dengan sistem bagi hasil tentunya. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh (Eddy Baskoro Yudhoyono 2020) yang mengatakan bahwa Konsep Investasi kepada pariwisata suatu daerah dapat meningkatkan PAD.
Perhutanan Sosial, Wujud hadirnya Pasal 33 UUD 1945
Salah satu wujud penerapan ekonomi heterodoks ialah perhutanan sosial. Perhutanan Sosial adalah sistem pengelolaan Hutan lestari yang dilaksanakan dalam Kawasan Hutan Negara atau Hutan Hak/Hutan Adat yang dilaksanakan oleh Masyarakat setempat atau Masyarakat Hukum Adat sebagai pelaku utama untuk meningkatkan kesejahteraannya, keseimbangan lingkungan dan dinamika sosial budaya dalam bentuk Hutan Desa, Hutan Kemasyarakatan, Hutan Tanaman Rakyat, Hutan Adat, dan kemitraan Kehutanan.(PKSPS, KLHK 2020). Program seperti in harus menjadi arah gerak perekonomian Indonesia karena bergerak dengan sistem dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat. Rakyat diberi kesempatan untuk mengelola hutan untuk menciptakan nilai lebih dari segi ekonomi. Capaian distribusi akses kelola PS sampai akhir periode tahun 2015-2019 seluas 4,49 juta hektar. Pencapaian ini harus terus ditambah dari tahun ke tahun karena strategi pengelolaan sumber daya lahan hutan seperti ini merupakan salah satu strategi ekonomi untuk mencegah masyarakat tidak masuk ke dalam 800 juta penduduk bumi yang susah mengakses makanan.
Saatnya Manusia Demokrat Bergerak
Paradigma pengelolaan sumber daya ekonomi Indonesia harus bergerak dengan konsep ke Indonesiaan (gotong royong, berkeadilan, kekeluargaan, pancasila) yang merupakan perwujudan ekonomi heterodoks. Pengelolaan dengan konsep dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat perlu dikedepankan, namun pemerintah tidak boleh abai dengan tanggung jawabnya yaitu menciptakan regulasi yang berkeadilan di tengah proses berlangsungnya perekonomian. Negara harus hadir sebagai regulator bukan hadir sebagai kompetitor bagi rakyat. Peran semua anak bangsa sangat penting untuk mencegah anak bangsa masuk ke dalam 800 juta penduduk dunia yang tidak dapat mengakses makanan yaitu dengan menjadi manusia demokrat dengan mindset ekonomi heterodoks.