Oleh: Petrus Hari Kurniawan
ASEAN Economic Community (AEC) atau Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) adalah sebuah kelanjutan dari MEA 2015 yang mempunyai dasar tujuan membentuk ekonomi di kawasan Asia Tenggara khususnya komunitas ASEAN menjadi semakin terintegrasi dan kohesif; meningkatkan daya saing yang dinamis; peningkatan konektivitas dan kerja sama sektoral; inklusif yang berpusat pada masyarakat di kawasan serta menjangkau masyarakat global. Namun beberapa kendala masih dihadapi dalam komunitas ini, seperti perlambatan di sektor perdagangan barang, karena dalam 5 tahun terakhir sekitar 99% produk barang di ASEAN diberlakukan bebas tarif. Sementara di sektor jasa, seperti kebutuhan tenaga profesional menghadapi regulasi lama yang masih harus berlanjut yaitu, masih sedikit bidang profesi yang diajukan.
Beberapa kendala tersebut tentu menjadi pekerjaan rumah bagi komunitas ASEAN yang harus segera dibereskan untuk menciptakan pasar yang inklusif serta berdaya saing secara global. Terlepas dari kendala-kendala di atas, komunitas ASEAN dalam pilar ini patut untuk diperhitungkan menyangkut persoalan ekonomi digital. Berdasarkan sajian data infografis dari We Are Social pada periode Januari 2019, penetrasi pengguna internet berdasarkan kawasan, Asia Tenggara mempunyai data 63% dalam perbandingan jumlah pengguna internet untuk total populasi di dunia.
Artinya, komunitas ASEAN mempunyai modal yang cukup besar untuk mengembangkan pasar ekonomi digital baik secara regional maupun global. Ditambah dengan beberapa negara anggota, seperti Indonesia yang mempunyai bonus demografi yang besar pada 20 tahun kedepan, ASEAN mampu menciptakan pasar ekonomi digital yang menjanjikan. Hal ini terbukti dengan beberapa perusahaan startup di kawasan yang sudah mampu menjadi unicorn start-up, yaitu perusahaan rintisan (berbasis teknologi) yang mempunyai nilai valuasi di atas 1 miliar dollar AS. Berikut daftar perusahaan yang masuk dalam kategori unicorn start-up: Indonesia (Gojek, Tokopedia, Traveloka, Bukalapak), Singapura (Grab, Sea, Razer, Lazada), Vietnam (VGN Corporation), Filipina (Revolution Precrafted).
Proses globalisasi telah membuka peluang kemungkinan persaingan pasar bebas semakin lebar. Tantangan inilah yang memotivasi komunitas ASEAN untuk melakukan inovasi yang lebih progresif sesuai dengan cetak biru visi MEA 2025 yang ketiga, yakni memelihara pertumbuhan
produktivitas yang kuat melalui inovasi, teknologi dan pengembangan sumber daya manusia, serta penelitian dan pengembangan kawasan yang dirancang bagi penerapan komersial untuk meningkatkan daya saing ASEAN dalam upaya menaikkan Rantai Nilai Global (Global Value Chain/ GVCs) ke industri manufaktur dan jasa yang berteknologi tinggi dan padat pengetahuan.
Tentu saja bukan hal mudah untuk mewujudkan misi tersebut, sinergitas dari anggota komunitas yang heterogen harus dalam satu intonasi suara. Regulasi yang menghambat laju pergerakan barang dan jasa juga harus segera diselesaikan agar tercipta iklim ekonomi yang stabil dan berkelanjutan.
Di sisi lain, infrastruktur yang menunjang digital ekonomi belum menyentuh pada pemerataan di setiap negara anggota, seperti Indonesia yang mengalami kendala pemerataan infrastruktur untuk daerah-daerah terdepan, terpinggir, dan terluar sehingga distribusi informasi, barang dan jasa menjadi terhambat. Selain dari aspek regulasi yang menghambat pergerakan laju informasi, barang, dan jasa dalam hal ini kaitannya dengan politik, satu aspek yang juga sangat penting untuk menjaga stabilitas laju pergerakan logistik adalah keamanan.
Bagaimana mengatasi tantangan dan hambatan menjadi kunci utama sinergitas untuk komunitas ASEAN. Meminjam quotes dari Presiden Indonesia keenam, Susilo Bambang Yudhoyono, “Yang survive, grow, and win adalah mereka yang tahu dunianya tengah dan telah berubah, kemudian ikut melakukan perubahan. Yang menjadi the winners adalah mereka yag adaptif, inovatif, dan open minded”, untuk itu perlunya upaya kerja sama yang solid mengatasi tantangan dan hambatan tersebut dalam rangka mewujudkan pasar yang terpadu dan terintegrasi penuh. Upaya ini tentu saja tidak bisa dibebankan begitu saja pada pilar utama ASEAN Economic Community (AEC), namun semua pilar utama harus ikut terlibat membangun integritas komunitas ASEAN dalam menghadapi dinamika politik regional maupun global.