Jakarta: Memperingati Hari Kebangkitan Bangsa sekaligus 20 tahun gerakan reformasi, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menghadiri Sarasehan Nasional Keluarga Bangsa bertajuk Refleksi 20 Tahun Reformasi, Senin (21/5) sore.
Acara ini diselenggarakan Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI), menghadirkan AHY bersama putra-putri mantan Presiden lainnya yaitu Ilham Habibie, Yenny Wahid, dan Puan Maharani. Putra Presiden ke-2 RI Soeharto, Hutomo Mandala Putra (Tommy) Soeharto, berhalangan hadir. Ini untuk pertama kalinya para anak Presiden Indonesia bertemu dalam satu forum, mengisyaratkan komunikasi politik yang lebih baik di kalangan generasi muda.
Keempatnya saling berbagi cerita tentang reformasi dari perspektif masing-masing.
Dalam refleksi ini, AHY menyajikan kilas balik tentang institusi TNI yang waktu itu masih dikenal sebagai ABRI. Kepada sekitar 400 peserta yang berasal dari anggota ICMI pusat, wilayah, hingga daerah, AHY yang waktu itu masih menjadi Taruna tingkat dua di Akademi Militer, Magelang, menceritakan kenangannya saat ABRI menjadi sasaran kemarahan publik.
“Melihat prajurit-prajurit yang sedang bertugas di sekitar istana, Senayan, di jalan-jalan, dilempari batu, dilempari air, dan dimaki-maki oleh masyarakat kita, kami sampai mengelus-elus dada. Jangan-jangan kita salah jurusan ini, jangan-jangan kita salah masuk Akademi Militer, telat lahir, dan lain sebagainya,” tutur AHY, ” Bagaimana nanti kita lulus jadi Letnan Dua, di tengah-tengah masyarakat yang anti dengan ABRI waktu itu?”
“Sebagai mantan perwira TNI, saya tentunya boleh memberikan laporan kepada Bapak Ibu sekalian bahwa reformasi TNI sebenarnya telah berjalan dengan baik. Walaupun ada ups and down nya dan tidak selalu ideal, tetapi saya bisa mengatakan bahwa secara umum reformasi TNI berjalan dengan baik” kata AHY yang malam itu mengenakan batik biru gelap.
“Apa saja indikatornya?” lanjut AHY retoris, “Pertama, TNI melepaskan fungsi sosial politiknya, TNI lepas libat dari politik praktis. Tadi Pak Habibie mengatakan ABG satu paket, tidak terlepaskan, ABRI, Birokrat, dan Golkar. Itu masa lalu tapi sesuai dengan nafas reformasi TNI, maka hari ini TNI sebagai institusi adalah lembaga yang netral dan imparsial. Ini harus terus kita jaga.”
“Yang kedua, TNI juga melepaskan bisnis militer, bisnis-bisnis yang dulu dianggap tidak akuntabel, tidak transparan dan juga mengganggu tugas pokoknya, itu dihapus tetapi diiringi dengan peningkatan kesejahteraan TNI dan juga keluarga besarnya. Ini adalah komitmen yang dilakukan TNI sampai hari ini,” lanjut AHY.
AHY menyerukan, “Teruslah kita memberikan ruang dan kesempatan kepada TNI dan Polri agar terus konsisten, sekali lagi konsisten menjalankan agenda reformasi. Jangan sampai justru kita yang menarik-narik mereka untuk kembali terlibat dalam politik praktis.” AHY melanjutkan, “Jangan sampai kemudian mereka tidak bisa fokus pada tugas pokoknya.”
“Saya mencontohkan diri sendiri. Ketika kita memiliki semangat di tempat pengabdian yang baru, kita juga harus merelakan untuk meninggalkan pengabdian di TNI. Itu pula yang saya lakukan ketika dalam kontestasi pemilihan Gubernur Jakarta kemarin. Walaupun konsekuensinya jelas, menang kalah tidak bisa kembali,” tambah AHY disambut tepuk tangan hadirin.
Sebelum AHY, Presiden ke-3 RI Prof. Dr. BJ. Habibie tampil menjadi pembicara kunci. Meski baru sembuh, Habibie tampil penuh semangat, berpidato selama 45 menit. Ia menandaskan bahwa reformasi sudah berjalan sesuai rencana, “tapi sasaran-sasarannya belum tercapai semua.”
Pada acara ini, putri Presiden ke-5 RI Puan Maharani ikut merefleksikan 20 tahun reformasi. Berbicara sebelum AHY, Puan yang juga Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan RI, menyampaikan bahwa reformasi adalah kata kerja yang harus menyentuh pembangunan manusia dan kebudayaan.
“Kualitas manusia yang unggul, tangguh, mandiri, dan menjaga kebhinekaan adalah jalan panjang reformasi yang belum bisa kita selesaikan. Jalan panjang reformasi harus tetap kita kawal untuk bisa melapangkan jembatan emas yang dipersiapkan oleh pendiri bangsa untuk membawa rakyat Indonesia menuju kedaulatan yang seutuhnya. Reformasi adalah etos yang sangat menyentuh mental bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Maka falsafah bangsa akan hidup dan menggerakan kita dimanapun kita berada,” tutur Puan.
Berbeda dengan Puan, putri Presiden ke-4 RI Yenny Wahid merefleksikan 20 tahun reformasi Indonesia hingga hari ini dengan melihat kemajuan bangsa yang tidak lepas dari prestasi para pemimpin Indonesia. Dalam pidatonya Yenny juga sependapat dengan AHY yang memuji pencapaian TNI hari ini sejak reformasi 20 tahun lalu.
“Ada satu tadi diungkapkan Mas AHY waktu pidato saya terharu juga, walaupun bapak saya, bapak Mbak Puan menjadi korban dari doktrin militer pada waktu itu,. Kenapa?” tanya Yenny yang kini memimpin Wahid Institute. “Karena berarti salah satu agenda reformasi kita yaitu reformasi TNI telah berhasil diwujudkan,” kata Yenny menjawab pertanyaannya sendiri, “Seperti AHY katakan, TNI berkali-kali ditarik-tarik, digoda, mau diberikan panggung politik supaya kembali lagi ke politik praktis, tapi ternyata TNI tidak mempan rayuan gombal tersebut dan tetap aktif mengawal agenda-agenda reformasi dan mengawal proses demokratisasi di Indonesia. Ini merupakan pencapaian yang fenomenal dan harus kita berikan applause besar,” tutur Yenny.
“Selain itu, kalau kita melihat data-data yang ada, indeks pembangunan manusia meningkat, indeks korupsi juga membaik, indeks korupsi juga membaik, ini hal yang harus kita banggakan sebagai bangsa,” puji Yenny, yang sempat jadi wartawati dan meraih penghargaan atas liputannya.
“Ini tidak bisa diklaim hanya satu pemerintahan saja, karena itu juga tidak ada gunanya kita saling menghujat dan menyalahkan pemerintah-pemerintah sebeumnya. Ini semua kerja kolektif kita sebagai bangsa. Inilah semangat yang harus kita jaga sebagai bangsa. Pemerintah-pemerintah yang ada sekarang adalah kontinuasi dari pemerintah-pemerintah sebelumnya,” tutur tokoh wanita NU ini, disambut tepuk tangan hadirin.
Putra pertama Presiden ke-3 RI Ilham Habibie juga ikut merefleksikan 20 tahun reformasi bangsa. “Dengan kebebasan yang kita miliki saat ini, kita sekarang bisa memilih, bahkan kita akan dorong kembali, kita harus mencapai apa yang sudah kita miliki pra reformasi, sebagai contoh diantaranya industri yang berdasarkan teknologi tinggi atau teknologi pada umumnya,” kata Ilham berapi-api di atas podium.
“Banyak yang kita alami, selagi kita menjalankan reformasi ini dan juga sekarang dan ke depan, itu sangat amat dibentuk dan dipengaruhi oleh teknologi. Tidak dapat dipungkiri lagi bahwasannya itu adalah bagian integral dari bangsa kita. Teknologi itu bukan lambang-lambang, tapi teknologi itu perlu ada terapan, perlu ada manfaat yang dirasakan oleh bangsa,” ujar Ilham yang juga Wakil Ketua Umum ICMI.
Dalam sambutannya saat pembukaan, Ketua Umum ICMI Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie menjelaskan bahwa reformasi Indonesia menggambarkan regenerasi kepemimpinan di Indonesia. Jimly pun mengajak para peserta dan hadirin untuk membesarkan bangsa Indonesia pada 100 tahun kemerdekaannya di tahun 2045.
“Mari kita melakukan long march (reformasi) secara regenerasional, budaya estafet kita bangun, antar generasi satu dengan yang lain jangan saling ngapusi seperti yang sudah terjadi selama ini. Mari di bawah kepemimpinan generasi baru ke depan kita harus punya wawasan yang berbeda,” kata mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini.
“Ke depan, perlu estafet tradisi budaya ini supaya bangsa ini nanti 100 tahun merdeka, 2045 benar-benar menjadi bangsa teknokrat yang besar di dunia. Syaratnya kita jangan saling ngapusi antar generasi, supaya berkesinambungan. Itulah kira-kira saudara pentingnya kita silaturahmi, untuk terus mengembangkan kegiatan sinergi positif ini antar semua kekuatan bangsa kita,” ujar Prof. Jimly.
Sarasehan refleksi reformasi ini ditutup dengan buka puasa bersama. Turut hadir dalam acara Refleksi 20 Tahun Reformasi ini antara lain Sekjen ICMI Jafar Hafsah, dan Anggota DPR RI Fraksi Partai Demokrat Haerman Khaeron, dan Teuku Riefky. (bcr/csa)