Surabaya, Jawa Timur; Selaku Direktur Eksekutif The Yudhoyono Institute, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), memberikan kuliah umum di Aulo Soetandyo Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) Kampus B Universitas Airlangga (Unair) Surabaya yang bertajuk “Tantangan Demokrasi dan Politik Akal Sehat” pada hari Selasa, (22/2) siang. AHY menjelaskan bahwa literasi politik harus ditingkatkan, dengan literasi politik yang memadai, demokrasi Indonesia berpotensi dibajak oleh kekuatan predatorik, tak mengenal etika dan berkarakter ‘Machiavelistik’. Literasi politik yang memadai juga dapat meningkatkan partisipasi politik. “Saya mengutip artikel yang ditulis Prof. Bagong, bahwa banyak bukti menunjukkan, pembangunan dan industrialisasi yang terjadi di sebuah wilayah ternyata tidak diikuti kesiapan penduduk lokal untuk dapat berpartisipasi dalam proses pembangunan yang tengah berlangsung. Terutama yang terjadi saat ini yaitu pembangunan IKN dan pembangunan di Desa Wadas. Hal seperti itu jangan sampai terjadi lagi, oleh karena itu kita harus ‘melek’ politik,” kata AHY.
AHY kemudian menyampaikan bahwa harga demokrasi terlalu mahal. Kebinekaan adalah kekuatan; sebaliknya, bisa menjadi sumber perpecahan bangsa jika kita tidak merawatnya dengan baik. “Agenda pembangunan jangan hanya dititikberatkan kepentingan ekonomi. Jangan sampai demi kepentingan ekonomi, aspek kebebasan sipil termarjinalkan; Represi terhadap aktivis, jurnalis, dan mahasiswa didiamkan; Kritik dari masyarakat sipil dibungkam atas nama stabilitas dan pembangunan,” tutur AHY.
AHY tak lupa menyampaikan bahwa nilai-nilai demokrasi itu seperti oksigen. Kita tidak pernah memikirkan oksigen untuk kita bernapas dan bertahan hidup. “Kita sering lupa berterima kasih kepada Tuhan atas tersedianya oksigen tersebut. Tapi sedikit saja berkurang oksigen yang kita hirup, seketika kita berteriak mencari pertolongan. Artinya, we should never take oxygen for granted. Sama halnya dengan nilai-nilai demokrasi yang menunjung tinggi kebinekaan, kerukunan, dan persatuan. Saat semua itu ada dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara kita, maka kita tidak pernah menyadari dan mensyukurinya,” ucap AHY dengan semangat.
“Merespon polarisasi ektrim yang tidak produktif, maka menjadi penting dan relevan bagi kita semua untuk memahami kembali pentingnya konsep “tengah”, sebenarnya yang terefleksikan dalam berbagai terminologi, seperti “jalan ketiga” atau third way menurut Giddens, jalan tengah atau middle way menurut MacMillan, atau kekuatan moderat atau wasathiyyah dalam diskursus kajian Islamic Studies.
Akibat dominasi kutub ideologi politik yang ekstrim, posisi “tengah” seringkali dianggap tidak jelas. Sikap “tengah” sering dituding “abu-abu” dan tidak memiliki keberpihakan yang jelas. Padahal, dalam konteks filsafat politik, sikap “tengah” ini sebenarnya merupakan wujud keberpihakan yang jelas untuk menawarkan sikap moderat yang cerdas, logis, progresif, dan menolak untuk terjebak dalam dikotomi ideologis yang bipolar dan tidak produktif,” lanjut AHY
Setelah AHY memberikan kuliah umum, ditanggapi secara langsung oleh Dosen Politik Unair Airlangga Pribadi dan Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Dardak . “Ini adalah suatu pidato yang luar biasa. Dalam waktu sejarah yang sangat lama, kita baru melihat sosok ketua partai, muda, bicara orasi dengan pengetahuan, dengan data, dengan literasi politik yang dibaca juga oleh kalangan dosen. Saya sendiri belum pernah mengalaminya, ini terjadi pada zaman pendiri bangsa, Soekarno, Hatta, Sutan Sjahrir, yang ketika pidato kepada rakyatnya atau ruang publik, itu selalu mengatakan saya baru baca buku ini, saya baru baca buku itu. Seharusnya seperti ini lah dialog dan komunikasi politisi dengan akademisi dibangun, dan bukan hanya politisi dengan akademisi, tapi juga politisi dengan rakyatnya,” ujar Airlangga.
“Deddy Corbuzier dulu pernah bilang bahwa masalah kita sekarang tuh orang pemerintah sekarang banyak yang pintar, tapi tidak punya waktu dan kurang cerdik. Sedangkan di dunia ini, dunia sosial, banyak orang yang punya waktu dan lebih cerdik, akibatnya post truth yang tadi Mas AHY sampaikan terjadi,” sambunv Emil.
Para mahasiswa terlihat antusias untuk bertanya saat dibuka sesi tanya jawab, salah satunya adalah Rima (20). “Bagaimana peran Mas AHY sebagai Ketua Partai, serta peran Partai Demokrat dalam membangun iklim politik yang baik?” tanya Rima. “Upaya yang saya dan kami lakukan untuk membangun iklim politik yang baik adalah dengan cara-cara seperti ini, membuka ruang dialog, membuka ruang interaksi dan saling mengingatkan satu sama lain. Memang tidak semudah yang dibayangkan, karena membutuhkan political good will, dari yang paling atas, kemudian semua lini juga bersuara, seperti civil society. Masyarakat sipil ini penting, kami rindu juga saat ini, para aktivis yang dulu kencang itu pada dimana sekarang? Apa karena sekarang sudah punya porsi masing-masing, ada yang di sini, ada yang di sana, memang rejeki mereka, tapi kemudian jangan suara kritis dan yang menyuarakan keadilan dan kebenaran ini gilang dengan sendirinya,” jawab AHY sekaligus mengakhiri kuliah umum tersebut.
AHY yang menggunakan PSL berwarna biru gelap pada pagi hari sebelum memberikan kuliah umum di Fisip Unair, sempat menghadiri Pengukuhan Guru Besar Kehormatan Universitas Airlangga kepada Prof. Dr. Achsanul Qosasi, CSPA., CFrA.. Acara tersebut diadakan di Aula Garuda Mukti, Gedung Rektorat Unair dan berlangsung secara tertutup. Beberapa Menteri Kabinet Indonesia Kerja 2 yang terlihat ikut menghadiri pengukuhan tersebut antara lain Menparekraf Sandiaga Uno, Mensos Tri Rismaharini, Menpora Zainuddin Amali, Menaker Ida Fauziyah dan Mensesneg Pratikno.
Kuliah umum tersebut, berjalan dengan sangat meriah, diawali dengan pemutaran video profil AHY yang menceritakan perjalanan karir beliau. Dari pihak Unair yang hadir adalah Dekan Fisip Unair Bagong Suyanto, sedangkan AHY menghadiri acara tersebut didampingi oleh Sekjen Teuku Riefky Harsya dan Bendum Renville Antonio. (adt)